By: Gia Putri

Training Program selama dua minggu ke depan kembali dirilis Coach Adrie Soetopo di WAG TP Wanitrail Skolari, saya girang bukan main karena kami akan kembali mempraktekan trail running di medannya langsung. Kali ini lokasi yang dipilih adalah UI Bike Park, Universitas Indonesia (UI), Depok, Jawa Barat pada 20 Oktober.

Coach menggarisbawahi untuk membawa perlengkapan trail, seperti sepatu trail run, hydro bag, camilan, dan P3K. Serunya lagi, coach bilang akan membawa serta squad-nya, yaitu dua putranya Josef dan Domi plus Lola si beagle gembil.

Hari yang ditunggu pun tiba, kami janji bertemu di Stadion UI pukul 06.15 WIB, ketika saya sampai sudah ada Coach Adrie, Kak Sigrit Rahayu, Adrie’s Squad (yang tadi saya sebutkan di atas), Kak Intan Nuritasari, Kak Winny Gardiana, Bang Dhimas Prayoga, menyusul kemudian Kak Shendy, Kak Linda Subandono, dan Bang Dude Demplon.

Kami pun melakukan pemanasan lalu berjalan menuju pintu masuk UI Bike Park. Saat sampai di depan UI Bike Park, sudah banyak pesepeda yang tengah nongkrong, sekadar ngobrol atau makan-makanan yang dijajakan di pinggir jalan. Sementara, kami melakukan ritual foto bareng sebelum lelarian di tanah UI.

Tempat ini sejatinya diperuntukkan bagi komunitas sepeda. Nama tempatnya saja UI Bike Park, tetapi tidak ada larangan bagi mereka yang ingin ikut mencoba tantangan lari lintas alam di sini. Jarak dari start hingga finish yang dibuat komunitas sepeda Roam UI mencapai 7 kilometer dengan bentuk melingkar (looping).

Namun, kita bisa keluar sebelum itu dengan mengikuti rambu yang ada. Jangan khawatir tersesat di dalam hutan karena ada cukup banyak petunjuk arah. Kendati demikian, dianjurkan berlari dalam kelompok atau minimal berdua, jangan hanya sendiri. Walaupun Hutan UI terbuka untuk umum selama 24 jam sebaiknya berlari di pagi hari daripada sore hari.

Grup lari terbagi menjadi dua. Grup pertama adalah saya, Kak Linda, Kak Shendy, Bang Dude Demplon, dan Bang Dhimas Beck. Sedangkan, grup dua adalah Coach Adrie, Kak Sigrit, krucil (kru cilik), Lola, Kak Intan, dan Kak Winny. 

Saat kami mulai lelarian, kami disambut dengan trek asoi yang tidak mengeluarkan banyak keringat, masih bisa lari-lari cantik (BB cream tidak luntur). Namun, semakin jauh, trek sudah mulai bervariasi, ada banyak tanjakan manis (bersahabat dengan dengkul), turunan asoi, dan alhamdulillah-nya trek datarnya juga banyak, jadi tidak bikin gempor.

Di sini, selain bisa berlatih lari lintas alam, kami banyak disuguhkan spot yang bisa  memenuhi hasrat untuk mendapatkan foto-foto kece, seperti danau hingga landmark papan raksasa Universitas Indonesia yang menjadi buruan para penjelajah hutan. Hasilnya memang sangat berbeda dibandingkan pengunjung biasa yang hanya bisa berfoto di area terdepan di luar pagar.
Berlari di alam seperti ini juga harus tetap mawas diri dan fokus, kalau tidak bakal mengalami hal kurang menyenangkan seperti saya, yakni terjatuh karena tersandung akar. Sakitnya tidak seberapa, tapi malunya itu loh luar biasa. Pasalnya, di belakang saya ada beberapa pesepeda. Saya pura-pura staycool, padahal dalam hati meringis kesakitan. Dude Demplon dengan sigap membantu saya berdiri. Setelah itu, kami kembali lelarian.

Saya berlari total dua loop, tapi tidak pure lari, saya kombinasikan dengan jalan cepat. Loop kedua, saya agak lemah karena sangat lapar, jadi besok-besok kalau trail running lagi harus bawa kudapan untuk pengisi tenaga karena saat lapar saya suka mendadak bego dan kehilangan gairah.

Di loop ke dua, saya bareng kak Shendy, agak tidak enak hati karena kami terbilang lama alhasil ditunggu oleh Skolarist lainnya. Saat beberes untuk kembali ke rumah masing-masing, saya sempat cerita ke Coach Adrie bahwa saya melihat ada pesepeda, seorang pria paruh baya, terjatuh dan setengah tidak sadar. Terus coach menanggapi, “Gw juga lihat, banyak pesepeda yang tidak safety procedure, tidak pakai helm, pelindung siku dan lutut, padahal bersepeda di alam itu bisa berakibat fatal kalau menyepelekan. Gw dulu juga pernah beberapa patah tulang.”

Ya, memang sudah ada peraturan yang dipaparkan di beberapa plang, cuma masih ada beberapa pesepeda yang bandel dan menganggap enteng.
Saya juga bertemu dengan dua pesepeda cilik yang masih duduk di bangku SD. Saya membuka obrolan, “Dik, kok mukanya cemong, tadi jatuh.”
“Enggak…,” jawabnya.
“Kalian berdua saja?”
“Kami bertiga, cuma teman kami terpisah, enggak tahu dia kemana.”

Saat di pertengahan jalan pada loop 2, saya berpapasan lagi dengan kedua anak itu, untungnya ada beberapa pesepada dewasa yang mendampingi agar mereka aman dan tidak tersesat.

Melihat kejadian itu, saran saya, ada aturan tegas bahwa bersepeda di UI Bike Park harus ada batasan usia karena takut terjadi hal yang tidak diharapkan.

Itulah pengalaman saya trail running di UI Bike Park. First impression, suka. Ke sini lagi? Big yes! Tapi, kayanya kudu mengambil hari selain Minggu agar tidak berebutan jalur dengan banyak pesepeda.